KAN Indrapura: Dari Rumah Adat Menjadi Benteng Pengusaha?
Oleh: Zulkifli Putra Muara Sakai
Keberadaan Ninik Mamak 20 di Kantor Kerapatan Adat Nagari (KAN) Indrapura, Kecamatan Pancung Soal, kini patut dipertanyakan. Pertanyaan mendasar yang muncul di tengah masyarakat adalah: sebenarnya mereka mewakili siapa?
Apakah mereka berdiri atas nama pengusaha, atau benar-benar menjadi perpanjangan suara sanak kamanakan — anak nagari yang menjadi akar dari keberadaan adat itu sendiri?
Belakangan, muncul kegelisahan di tengah masyarakat. Ketika sejumlah kemenakan berupaya menyampaikan aspirasi kepada salah satu perusahaan perkebunan terkait hak masyarakat atas plasma — hak ekonomi yang seharusnya menjadi bagian dari anak nagari — justru KAN Indrapura mengeluarkan imbauan yang sulit diterima logika.
Alih-alih menjadi penengah dan pelindung kepentingan rakyat, KAN justru terlihat seolah menutup ruang dialog dan membatasi suara masyarakatnya sendiri.
Lebih memprihatinkan lagi, sikap Ninik Mamak 20 tampak condong membela pihak perusahaan (Incasi Raya) dengan dalih bahwa penyampaian aspirasi dari kemenakan tidak seizin KAN.
Pertanyaannya, sejak kapan menyampaikan pendapat atau aspirasi harus seizin KAN?
Bukankah adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah, yang menempatkan keadilan dan musyawarah sebagai nilai utama dalam kehidupan nagari?
Sebagai putra Muara Sakai yang besar di perantauan, saya melihat perubahan fungsi yang sangat disayangkan.
KAN, yang sejatinya menjadi rumah besar bagi seluruh anak nagari, kini justru berubah arah — bukan lagi tempat menyatukan pandangan dan memperjuangkan kepentingan bersama, melainkan tampak seperti benteng kokoh yang melindungi kepentingan pengusaha.
Adat Minangkabau dikenal karena keluhuran nilai dan kearifannya. Namun apabila lembaga adat berubah fungsi menjadi alat kepentingan tertentu, maka hilanglah makna sejati dari pepatah “Adat dipakai baru, pusako dipakai usang.”
Sudah saatnya ninik mamak kembali kepada marwahnya: berdiri di tengah, menjadi payung bagi kemenakan, dan menjaga nagari dari ketidakadilan.













